When you have a free time, pack your bag and go...

Monday, 21 July 2014

Sudden Trip Day I, Perhentian Pertama: Museum Kars Indonesia, Pracimantoro

Seperti biasa, setiap Hari Minggu, aku dan Mace Seila seperti selalu menjadwalkan diri untuk traveling. Traveling yang kami maksud adalah traveling suka-suka yang kami pilih tanpa pikir panjang dulu (kebiasaan). Apa yang kami pikirin ketika bangun tidur, ya itulah yang akan kami lakukan.

Pagi ini aku tiba-tiba pengin banget ke pantai. Entahlah, tapi Pantai Watu Lumbung yang waktu itu pernah kita sambangi menggeliat-geliat dikepalaku. I do need a vacation. Yeah! The wild one and Watulumbung beach is perfect. Bbm ke Mace segera dilancarkan!

Awal mula perjalanan ini dimulai
Karena cuaca memang sedang buruk, tentu saja ke pantai bukan pilihan yang tepat. Mace langsung saja punya opsi lain, yakni ke Pacitan. 

Pacitan. Dua tahun lalu aku pernah ke sana, tapi cuma jajal satu pantai dan satu goa. Jaraknya juga sebenarnya tak jauh, seingatku. Akhirnya ide ke Pacitan pun langsung aku iyakan tanpa pikir panjang. Saat itu juga aku langsung packing dan membawa semua perlengkapan untuk dua hari. 

Kami berdua berangkat ke Pacitan sekitar pukul 13.00 WIB. Mengambil rute Jogja-Wonosari-Pracimantoro-Pacitan, aku mengendarai Supra X-ku dengan pe-de layaknya orang paling tau jalan sedunia. 

Perjalanan ini sangat menyenangkan karena kami melewati tempat-tempat yang menurut kita menarik. Jajaran bukit karst sepanjang jalan Wonosari-Pracimantoro memang mampu memanjakan mata. Hamparan ladang lamtoro yang menguning karena bunganya memberikan pemandangan yang berbeda yang tak kami temui di Jogja. Jalan berkelok-kelok dan naik-turun tak pernah menjadi masalah.


Setelah kurang lebih dua jam setengah berkendara, sampailah kami di perhentian pertama, yakni Museum Kars Indonesia di Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri. Ketika berkunjung ke Pacitan dua tahun yang lalu, aku nggak mampir ke tempat unik ini. Kenapa unik? Yuph! Karena museum ini berada di tempat yang nggak akan pernah kalian sangka sebelumnya, jauh dari mana-mana, di tengah alas, in the middle of nowhere

Penunjuk Museum Kars Indonesia
Dengan membayar retribusi sebesar Rp 4.000/orang, kami akhirnya memarkir motor di lokasi parkir museum yang tepat berada di depannya. Bangunan berbentuk piramid ini terlihat begitu modern, kontras dengan lingkungan sekitarnya. Beberapa kendaraan pribadi seperti mobil dan motor juga terlihat parkir di sana. Ada pula anak-anak berseragam olah raga yang sepertinya melakukan kegiatan di sana duduk-duduk di taman sebelah museum ini. 

Jujur saja, kami tidak menyangka ada orang, selain kami, yang mau berkunjung di tempat yang menurut kami tidak normal untuk dijadikan museum. Secara, museum yang berada di tengah kota saja untung-untungan ada pengungjungnya, apalagi di tempat yang sepi seperti ini. "Orang itu mikir apa ya Men, kok bisa sampe ke tempat ini?" Itu pertanyaan kami berdua yang keheranan melihat tempat ini cukup ramai pengunjung.

Museum berbentuk Piramid
Tanpa menunggu lama lagi, kami bergegas masuk ke dalam museum. Setelah melewati pintu masuk, kami di sambut dengan beberapa pegawai museum yang menjaga buku tamu. Kami diwajibkan mengisi buku itu sebelum mulai berkeliling didalamnya. 

Kami sebenarnya shock melihat isi museum tersebut. Diluar yang kami bayangkan, museum tersebut sangat modern dan lengkap. Bahkan, museum ini dapat dikatakan sebagai salah satu museum terbaik yang pernah aku kunjungi setelah Museum Ullen Sentalu dan Museum Affandi. 

Museum Kars Indonesia ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisi macam-macam batuan karst yang ada di Indonesia, beberapa jenis fosil kerang dan adapula fosil manusia purba. Selain itu, di bagian ini pengunjung juga dapat menikmati beberapa jenis kupu-kupu dan serangga unik lain yang diawetkan. Informasi-informasi mengenai jenis batuan pun lengkap terpajang di dinding-dinding museum ini. 

Suasana lantai satu Museum Kars Indonesia
Setelah puas berkeliling di lantai satu, kami memutuskan untuk melanjutkan tur kami ke lantai dua yang berada di bawah lantai satu. Kami menuruni tangga untuk sampai ke bagian ini. Wow! Lagi-lagi kami mendapat kejutan. Di lantai dua ini terdapat miniatur goa lengkap dengan kehidupan manusia purba dizaman prasejarah. Stalaktit dan stalakmit yang ada di goa mini itu terlihat sangat nyata seperti aslinya. Manusia-manusia purba dalam bentuk patung-patung yang sedang melakukan kegiatan membawa kami merasakan suasana zaman pra sejarah. 

Suasana Zaman Prasejarah bersama Manusia Purba

Di lantai ini, selain dapat menikmati dan menapak tilas segala kegiatan manusia purba pada zaman dulu, pengungjung juga dapa melihat topografi dari banyak daerah kars di Indonesia. Miniatur-miniatur bukit-bukit dan lembah-lembah kars didisplay secara rapi dan menarik.

Setelah puas berkeliling di bagian kedua museum ini, kami sampai di pintu keluarnya. Sebelum menuju ke pintu keluar, kami mampir sebentar ke stand pernak-pernik oleh-oleh khas tempat ini. Ada banyak bebatuan yang dibuat menjadi liontin atau batuan tersebut dibuat menjadi pajangan. Harga pernak-pernik tersebut di banderol mulai dari Rp 10.000 hingga ratusan ribu rupiah. Sambil sibuk melihat-lihat, aku coba bertanya kepada penjaga stand seberapa jauh lagi kami harus menempuh perjalanan untuk sampai di Pacitan. Menurut penuturan penjaga tersebut, kami akan sampai di Pacitan kurang lebih satu jam lagi. Itu artinya kami harus segera melanjutkan perjalanan. 





Powered by Blogger.

© Jalan-jalan Sejenak, AllRightsReserved.

Distributed By:Pahul Singh Designed by ScreenWritersArena